Kalau jabatan tinggi, baru bisa tenteram. Begitu kata orang. Kalau gaji tinggi. Kalau sudah jadi boss. Kalau kerja diperusahaan besar. Dan kalau-kalau lainnya. Apa iyya begitu ya? Mungkin sih. Tetapi, mari perhatikan para pekerja yang sudah memenuhi kriteria-kriteria diatas. Apakah kita melihat mereka berhasil mendapatkan ketenteraman hati? Kita malah sering melihat direktur yang makin kusut wajahnya. Kita juga sering melihat orang bergaji gede merengut setiap kali tagihan kartu kredit datang kepadanya. Dan jangan salah loh. Yang suka ngemplang hutang ke bank kan bukan orang-orang kere. Jelas dong, kalau semua kriteria diatas bukan jaminan untuk meraih ketenteraman hati dalam pekerjaan. Makanya, daripada terbelenggu oleh pandangan keliru begitu mendingan Anda temani saya untuk belajar memahami dan menerapkan 5 prinsip NatIn (Natural Intelligence) berikut ini:
Tulus ikhlas dalam menjalani pekerjaan ini. Sikap tulus ikhlas itu berkaitan dengan perasaan hati. Jika kita tulus, maka kita tidak akan pernah kecewa ketika berhadapan dengan situasi yang bertolak belakang dengan yang kita harapkan. Jika kita ikhlas, maka kita tidak akan mempermasalahkan respon pihak lain yang tidak sesuai dengan yang semestinya. Coba saja Anda perhatikan, bukankah hati kita merasa tenteram ketika tulus dalam melakukan sesuatu untuk orang lain? Jiwa kita tenang ketika ikhlas menerima keadaan? Maka jika ingin tenteram, tulus ikhlas merupakan prasyarat utamanya. Tuluslah. Dan ikhlaslah. Kita pun tenteram.
Membaktikan diri kepada pekerjaan ini. Banyak orang yang keberadaannya dikantor tidak dihargai karena kinerjanya buruk. Jangan tanya berapa banyak manager diomeli oleh direktur. Atau direktur yang gemetaran ketika harus mempresentasikan kinerja perusahaan dihadapan para stake holder. Saya juga melihat cukup banyak orang yang bisa berdiri tegap dihadapan siapa saja. Karena, kinerjanya selalu bagus. Tentu kinerja bagus itu tidak didapat secara gratis. Melainkan melalui kesediaan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Dan itu, hanya bisa dilakukan jika kita bersedia membaktikan diri pada pekerjaan ini. Kerja suka-suka mungkin tidak menguras tenaga. Tetapi, cara kerja begitu hanya menempatkan kita pada posisi yang tidak dianggap. Berdedikasi tinggi, mungkin melelahkan. Tapi itu memungkinkan kita meraih tempat terhormat. Hanya ketika tetap memiliki kehormatan itu jiwa kita tenteram, bukan?
Memberikan manfaat kepada teman sekerja. Memberi, memang itu kata kuncinya. Kesannya akan mengurangi apa yang kita miliki ya? Padahal tidak sama sekali. Soalnya, bukan uang yang Anda berikan. Melainkan manfaat. Jadi, bentuk pemberiannya bisa bermacam-macam kan. Misalnya, bantuan kecil untuk teman Anda. Atau, sekedar uluran tangan ketika seseorang sedang pusing dengan pekerjaannya. Atau, meringankan sedikit beban di pundak atasan Anda dengan bertanya; apa yang bisa saya bantu untuk mengerjakannya Pak? Nggak rugi Anda jika memberi manfaat kepada orang lain. Kenapa? Karena mereka yang merasakan manfaat keberadaan Anda akan menyukai Anda. Mencintai Anda. Dan menjaga Anda agar senantiasa berada bersama mereka. Bukankah senang hati Anda jika keberadaan Anda ‘diakui’ oleh lingkungan kerja? Makanya, banyak-banyaklah memberi manfaat kepada teman, kolega, atau atasan Anda.
Mencukupkan apa yang kita dapatkan. Salah satu hal yang membuat hati kita gundah adalah ‘perasaan kurang’. Bukan ‘kurang’ ya, tapi ‘perasaan kurang’. Kenapa saya tegaskan ini? Karena, begitu banyak orang yang sudah punya banyak kelebihan dibandingkan dengan orang lain namun masih juga mengatakan kurang. Dan, banyak juga orang yang nilai kepemilikannya lebih sedikit dari orang lain namun dengan mantap mengatakan bahwa dirinya cukup. “Ya Alhamdulillah,” katanya dengan wajah cerah. Dan itu benar. Pendapatan kita, sebesar apapun tidak akan pernah cukup jika kita tidak mencukupkannya. Dan betapapun kecilnya pendapatan kita, akan bisa memenuhi kebutuhan kita jika kita mencukupkannya. Tengok saja orang yang selalu merasa kurang itu. Mengeluuuuh saja kerjanya. Padahal mereka sudah mendapat lebih banyak dari orang lain. Wajar juga sih. Karena hanya mereka yang bisa mencukupkan apa yang didapatkannya saja yang bisa memiliki jiwa yang tenang.
Menjaga kejujuran dalam pekerjaan. Misalnya saja – misalnya nih ya – Anda melakukan tindakan tidak jujur atau melanggar integritas. Anda melakukannya secara terbuka atau sembunyi-sembunyi? Terbuka ya? Nggak mungkin. Anda pasti menyembunyikannya. Kenapa disembunyikan? Karena kita tidak ingin orang lain tahu. Kenapa tidak ingin orang lain tahu? Karena kita sadar bahwa itu tidak sepatutnya kita lakukan. Lha, kalau nanti sampai orang lain tahu gimana ya? Itulah yang terjadi. Maka akhirnya hidup kita selalu diliputi oleh perasaan was-was. Sebaliknya. Jika selalu menjaga diri dari tindakan-tindakan buruk; apa yang kita khawatirkan ya kan? Nyantai aja. Orang lain ditangkepin juga ya kita tetap tenang dong. Ya iyyalah. Kita nggak berbuat salah. Kenapa mesti gundah. Justru kita akan selalu tenteram, jika terus menjaga nilai-nilai kejujuran.